Permintaan Maaf Wali Kota Palu Kepada Korban Peristiwa 1965 dan Jalan Terjal Inisiatif Lokal #Genosida65

“Saya sama juga dengan Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu. Pada waktu itu, saya tidak tahu apa-apa. Kondisi negara saat itu, yah, sudah begitu. Tentara juga begitu. Saya juga punya keluarga, banyak yang jadi korban. Sebagai pemerintah Kota Palu, saya minta maaf kepada Bapak, Ibu, Saudaraku semua yang menjadi korban Peristiwa 1965. Saya bisa dikatakan pelaku pada saat itu karena ikut batangkap (menangkap) dan bajaga-jaga (menjaga) rumah tahanan. Ke depan, karena pemerintah kota kami tidak punya data-data, jadi tolong dibantu sama SKP-HAM yang menseriusi mengurus Bapak—Ibu korban ini. Saya tidak bisa sendiri, akan dibantu melalui SKPD. Sampaikan saja apa yang bisa kami lakukan, untuk sedikit meringankan beban Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu.”

(pernyataan Walikota Palu, Rusdy Mastura seperti dikutip Nurlaela AK Lamasitudju dalam artikelnya)

Peraturan Walikota Palu bagi Korban Peristiwa 1965: Jalan Terjal Inisiatif Lokal

Oleh Nurlaela A.K. Lamasitudju Sekretaris Jendral Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM), Sulawesi Tengah

http://www.tribunal1965.org/peraturan-walikota-palu-bagi-korban-peristiwa-1965-jalan-terjal-inisiatif-lokal/


nurlaela

From an ordinary daughter of a Muslim preacher and a student of a computer and accountancy program, she became a woman fighting for truth and justice for the victims and survivors of the purge of communists in Sulawesi after the tragedy of Sept. 30, 1965.

Working almost alone for years, Nurlaela or Ella has inspired two important events: The launch of a book titled Sulawesi Bersaksi (Testify Sulawesi) this year and a rare public apology from Palu Mayor Rusdy Mastura to 1965 victims last year.

The book contains 12 accounts of victims and victims’€™ families and an account by one of the perpetrators of the violence. Lauded by historian Hilmar Farid as a commendable effort due to the rarity of accounts from 1965 in Sulawesi, the book is actually only a fraction of what Ella has collected for years.

Her organization, SKP HAM Palu (Solidarity of Human Rights Violation Victims), has collected about 1,200 accounts of 1965 victims, about 100 of whom Ella personally visited one by one almost every weekend during her days off as an accountant in a large trading company selling cars and building materials.

disalin dari Nurlaela AK Lamasitudju: Truth and justice for 1965 victims

http://www.thejakartapost.com/news/2013/12/17/nurlaela-ak-lamasitudju-truth-and-justice-1965-victims.html


nurlaela1
 

A City Turns to Face Indonesia’s Murderous Past

https://www.nytimes.com/2015/07/13/world/asia/a-city-turns-to-face-indonesias-murderous-past.html

 

Kisah Wali Kota Pelaku Tragedi 1965 Minta Maaf ke Korban

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160630112959-20-142052/kisah-wali-kota-pelaku-tragedi-1965-minta-maaf-ke-korban/

 

“Peluncuran Buku Rusdy Mastura Adalah Peristiwa Penting”

https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2016/07/27/30/peluncuran-buku-rusdy-mastura-adalah-peristiwa-penting.html

 

Menilik rekonsiliasi 1965 di tanah Kaili

https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/menilik-rekonsiliasi-1965-di-tanah-kaili

 

Rekonsiliasi korban G30S, belajar dari Palu

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/150928_indonesia_lapsus_palu

 

nurlela2

 


unduh buku


Buku 1. Tuturan Penyintas Tragedi 65 : Sulawesi Bersaksi

Buku 2. Pelanggaran HAM Peristiwa 1965/1966 di Kota Palu

[Ringkasan Eksekutif Penelitian dan Verifikasi Korban Peristiwa 1965-1996 di Kota Palu]

 

Inisiatif Lokal bagi Korban Pelanggaran HAM di Kota Palu – SKP-HAM Sulteng

 

Palu, 24 Maret 2012. Acara Dialog Terbuka Memperingati Hari Hak Korban Pelanggaran HAM atas Kebenaran dan Keadilan yang digagas oleh Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Sulawesi Tengah, telah membuka babak baru bagi para korban pelanggaran HAM di Kota Palu. Walikota Palu, H. Rusdy Mastura, menyatakan permintaan maafnya kepada warga Kota Palu yang telah menjadi korban pelanggaran HAM, khususnya yang terkait Peristiwa 1965/1966.

Permintaan maaf Walikota Palu kepada para korban Peristiwa 1965/1966 itu tentu merupakan langkah yang patut diapresiasi. Ketika pemerintah pusat masih gamang dalam menyikapi Peristiwa 1965/1966, Walikota Palu justru mengakui akan adanya kekeliruan yang dilakukan oleh bangsa dan negara ini di masa lalu.

Mereka yang menjadi korban pelanggaran HAM selama ini memang masih kerap terabaikan. Khusus bagi para korban Peristiwa 1965/1966, selama berpuluh tahun mereka terbelenggu oleh rantai ketidakadilan: dipinggirkan secara sosial, menanggung stigma dan diskriminasi yang tak berkesudahan.

Permintaan maaf Walikota Palu boleh dipandang sebagai pintu untuk menembus kebuntuan dan kebekuan dalam upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Ada harapan dan sekaligus niat, pemerintah dan masyarakat secara bersama akan mencari solusi terbaik untuk memutus belenggu ketidakadilan dan diskriminasi yang dialami oleh para korban.

Harapan dan niat itu semakin menguat ketika Walikota Rusdi Mastura menggagas Palu sebagai “city for all”, yang kemudian disusul dengan dideklarasikannya Palu sebagai “Kota Sadar HAM. SKP-HAM Sulteng turut merancang dan menyusun lahirnya sepuluh butir deklarasi tersebut, yang dibacakan di hadapan masyarakat pada 20 Mei 2013, bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkinan Nasional. Pemenuhan hak bagi para korban pelanggaran HAM termaktub sebagai salah satu butir dalam deklarasi itu.

Deklarasi Palu sebagai Kota Sadar HAM menjadi batu loncatan untuk semakin memperteguh kebutuhan akan adanya kebijakan pemerintah daerah yang berkenaan dengan pemenuhan hak bagi korban pelanggaran HAM. Akhirnya, atas inisiatif SKP-HAM Sulteng dan dibantu Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK), sebuah Peraturan Walikota Palu yang berkenaan dengan pemenuhan hak asasi manusia, terbit di akhir tahun 2013. Peraturan Walikota Palu Nomor 25 Tahun 2013 yang bertajuk “Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Daerah” itu memuat 17 Pasal, dengan tiga pasal yang secara khusus memuat aturan tentang pemenuhan hak bagi para korban dugaan pelanggaran HAM.

Pascaterbitnya Perwali Palu Nomor 25 Tahun 2013, implementasi menjadi kerja selanjutnya. Berbekal dari data korban pelanggaran HAM Peristiwa 1965/1966 yang dimiliki SKP-HAM Sulteng, pemerintah daerah Kota Palu kemudian melakukan verifikasi atas data itu agar bisa dijadikan dasar bagi implementasi Perwali. Hasil verifikasi seterusnya akan ditindaklanjuti oleh kelompok kerja khusus yang akan melakukan pengkajian dan perancangan program pemenuhan HAM bagi para korban yang akan diberikan Pemerintah Kota Palu sebagaimana yang menjadi mandat Perwali.

Kini, verifikasi sudah dilakukan. Dari 768 nama korban yang terdokumentasikan, 485 nama sudah terverifikasi. Para korban itu berasal dari 6 kecamatan yang tersebar di 19 kelurahan. Sampai saat ini pun sudah ada sejumlah program pemenuhan HAM dari Pemerintah Kota Palu yang telah diterima oleh para korban. Bagi para korban, program yang diberikan pemerintah daerah itu mungkin bisa menjadi buluh perindu, untuk meluruh luka yang berpuluh tahun mereka derita. Harapan terbesar mereka, pemerintah bisa memberikan rehabilitasi nama baik untuk memulihkan harkat dan martabat mereka.

Para korban pelanggaran HAM, sekurang-kurangnya untuk Kota Palu, kini telah bisa “diakui” keberadannya: bahwa mereka nyata adanya, patut mendapatkan perhatian, bukan semata-mata karena mereka warga Kota Palu dan warga negara Indonesia yang secara konstitusional memiki hak yang sama sebagaimana warga negara lainnya. Lebih dari itu, mereka memang layak untuk dibela karena selama berpuluh tahun negara telah abai terhadap mereka dan telah merampas hak-hak mereka sebagai manusia.

Namun demikian, kerja belum selesai, belum apa-apa. Di depan, jalan terjal bagi perjuangan para korban pelanggaran HAM mungkin masih akan sangat panjang.

(teks disalin dari kanal youtube SKP-HAM)

 

Menapak Jejak Kerja Paksa


Hanya Engkau yang Kunanti


Bendung Gumbasa & Tapol 65



Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Sulawesi Tengah adalah sebuah organisasi korban yang menjadi wadah berkumpul bagi para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM lintas kasus. Sebagai organisasi korban, sebagian besar anggota dan pengurus SKP-HAM Sulteng adalah para korban pelanggaran HAM.

SKP-HAM Sulteng dibentuk pada tahun 2004. Di samping melakukan advokasi dan pendidikan HAM, SKP-HAM Sulteng lebih menitikberatkan perhatian pada kerja-kerja pengorganisasian, penguatan, dan pemberdayaan korban dan keluarga korban. Dalam perjalanannya kemudian, SKP-HAM Sulteng lebih memberikan prioritas untuk mendampingi para korban pelanggaran HAM Peristiwa 1965. Pilihan ini diambil karena, untuk konteks Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu, para korban Peristiwa 1965 masih belum mendapatkan pendampingan secara berkelanjutan

 

Simak 110 ‘entry’ tematik lainnya pada link berikut

Prakata dan Daftar Isi Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o

Leave a comment